Jumat, 29 Juli 2011

Analisa Puisi Terjemahan


SUARA-SUARA BULGARIA
(Selima Hill)

Ia menemukan beruang seukuran ibunya
dan melangkah seolah ruang kamar menghentikannya.
 Ia memanggilnya Marigold. Dengan kuping berbulu tebal
        
Ia mendengar laut kuning di bawah jendela
mengalun pasir -  meringkih bagai kuda
berbaring di tepinya, tak bisa berdiri

atau seperti burung kakak tua yang tertidur di sampingnya
Ia menyelimutinya dengan syal begitu ikhlas padanya,
menjaganya agar tetap hangat, walau kemudian burung itu mati…

tangan beratnya menopang gaun si betina
menghimpit bungkamnya tidur si betina akar-akar yang memutih
di bawah salju, di samping villa kecil,

di mana suara-suara misterius Bulgaria yang hilang
terdengar di antara kawanan kelinci, bernyanyi sunyi…         
 Ia merajuk dan menyimpulkan rambutnya.

cairan-cairan minyak membutiri Marigold
tengah kembali tertahan begitu lama tercurah
seperti emas dan butiran permata : Marigold, cintaku!


Analisa_,_ 

*Judul : Suara-suara Bulgaria, karya Selima Hill

*Kata-kata sulit, Eufoni dan Kakafoni, Makna lugas dan makna kias:
  
  -"Mengalun" mengandung kata yang bagus/eufoni dan bermakna kias
  -"Meringkih" mengandung kata yang kurang menyenangkan/kakafoni dan bermakna  lambang
  -"Mati" kata yang kurang menyenangkan/kakafoni dan bermakna lambang
  -"Menopang" mengandung kata yang kurang menyenangkan/kakafoni dan bermakna  lambang
  -"Menghimpit" mengandung kata yang kurang menyenangkan/kakafoni dan bermakna  lambang
  -"Merajuk" mengandung kata yang bagus/eufoni dan bermakna kias

*Rima dan irama

Ia menemukan beruang seukuran ibunya
dan melangkah seolah ruang kamar menghentikannya.
 Ia memanggilnya Marigold. Dengan kuping berbulu tebal
        
Ia mendengar laut kuning di bawah jendela
mengalun pasir -  meringkih bagai kuda
berbaring di tepinya, tak bisa berdiri

atau seperti burung kakak tua yang tertidur di sampingnya
Ia menyelimutinya dengan syal begitu ikhlas padanya, 
menjaganya agar tetap hangat, walau kemudian burung itu mati…

tangan beratnya menopang gaun si betina
menghimpit bungkamnya tidur si betina akar-akar yang memutih
di bawah salju, di samping villa kecil,

di mana suara-suara misterius Bulgaria yang hilang
terdengar di antara kawanan kelinci, bernyanyi sunyi…         
 Ia merajuk dan menyimpulkan rambutnya.

cairan-cairan minyak membutiri Marigold
tengah kembali tertahan begitu lama tercurah
seperti emas dan butiran permata : Marigold, cintaku!
   *nya adalah Rima terbuka sempurna
   *la dan da adalah Rima terbuka tidak sempurna


*Ringkasan

         Puisi terjemahan berjudul "Suara-suara Bulgaria" yang berasal dari Bulgaria karangan Selima Hill menceritakan tentang seoarang yang memberikan pertolongan kepada orang yang di ibaratkan adalah beruang yang kemudian diberi nama Marigold yang pada saat itu terlihat kesakitan dan kedinginan akan tetapi akhirnya Marigold meninggal diantara kesunyian dan munculnya suara-suara Bulgaria yang misterius.


*Tema Puisi 
            Tema puisi ini adalah tentang pengorbanan untuk mempertahankan hidup akan tetapi harus berakhir dengan kematian.


* Pengimajian Puisi
  Ia telah menemukan beruang seukuran dan ibunya
 dan melangkah seolah-olah jejak ruang kamar menghentikannya.
 kemudian Ia memanggilnya Marigold. 

Dengan kuping berbulu tebal, memakai tutup telinga    
Ia mendengar laut kuning seakan bersuara di bawah jendela
dan bermain-main mengalunkan pasir dan meringkih bagai kuda
dan kesakitan seakan berbaring di tepinya, dan tak bisa berdiri

atau seperti burung kakak tua yang tertidur di sampingnya
Ia menyelimutinya dengan syal begitu ikhlas padanya, 
menjaganya agar tetap hangat, walau kemudian burung itu mati…

kedua tanganya begitu berat menopang gaun
menghimpit bungkamnya tidur si betina dalam akar-akar yang memutih
tertimbun salju, di sampingnya berdiri villa kecil,

saat itu,
di mana suara-suara misterius Bulgaria mulai hilang
terdengar di antara kawanan kelinci yang bernyanyi sunyi
dalam kepedihan…         

Ia merajuk dan menyimpulkan rambutnya.
cairan-cairan minyak membutiri tubuh Marigold
tengah waktu yang kembali tertahan begitu lama dan tercurah
seperti emas dan butiran permata 
Ia berkata : "Marigold, cintaku!"

*Nada dan Suasana : Menyedihkan
*Pelukisan dan penalaran puisi
           Melukiskan tentang seoarang yang memberikan pertolongan kepada orang yang di ibaratkan adalah beruang yang kemudian diberi nama Marigold yang pada saat itu terlihat kesakitan dan kedinginan akan tetapi akhirnya Marigold meninggal diantara kesunyian dan munculnya suara-suara Bulgaria yang misterius.

*Kenikmatan dan kehikmahan

        Penyajiannya menggunakan bahasa yang kurang mudah untuk dipahami, dapat dinikmati oleh setiap pembaca yang suka menikmati puisi-puisi tentang perjuangan.
Puisi ini menyampaikan pesan kepada pembaca betapa sedihnya waktu itu karna adanya kematian yang tak pernah terduga akan terjadi.

SEKIAN







                  

Rabu, 27 Juli 2011

DRAMA__


PENCARIAN SANG CINTA SEJATI

            Pada zaman dahulu kala disebuah padepokan / kerajaan hiduplah sepasang raja dan ratu yang memiliki anak laki-laki yang begitu tampan rupawan dia bernama Raden Panji Inu Kertapati. Raden Panji Inu Kertapati, sejak usia belia sudah dijodohkan dengan putri yang begitu cantik dia bernama Galuh Candra Kirana yang merupakan anak dari Dewi Kinisuli yaitu permaisuri dari padepokan tetangga.
            Pada suatu hari Raden Panji Inu Kertapati dan Galuh Candra Kirana sedang asyik bergurau di taman sebelah pasar yang merupakan perbatasan antara kedua kerajaan tersebut.
Panji                : “Kirana, jika sudah besar nanti kamu mau nggak jadi istriku ?”
Kirana             : “Tentu saja, Panji ! aku mau !“
Panji                : “Kalau begitu kamu mau kan menyimpan ini untukku ?” (sambil memberikan  
  kotak musik)
Kirana             : “Apa ini ?”
Panji                : “Ini adalah kotak musik pemberian ibuku hadiah ulang tahunku kemarin, dan ini
  ada kuncinya dan kotak musik ini hanya bias berbunyi dengan kunci ini” (sambil
  memperlihatkan kuncinya)
Kirana             : “Apakah tidak apa-apa ?”
Panji                : “Emang kenapa ?”
Kirana             : “Itukan hadiah dari ibu kamu ?”
Panji                : “Tidak apa-apa, ya, ya, mau terima yah ?”
Kirana             : “Baiklah…. Panji, aku akan menyimpannya untuk kamu.”
Panji                : “Terima kasih Kirana !”
            Panji dan Kirana kaget, karena ditengah perbincangan mereka di pasar terdengar suara gemuruh, dan ternyata suara gemuruh tersebut ditimbulkan oleh para perampok yang ingin mengambil segala sesuatu yang ada di pasar.’
Kekacauan dan keributan terjadi, Raden Panji Inu Kertapati langsung ikut para pengawal kerajaan. Sementara itu Galuh Candra Kirana dikejar-kejar oleh para perampok, sampai akhirnya Galuh Candra Kirana tersesat disebuah hutan yang tidak berpenghuni.
Kirana             : “Ya Tuhan, dimana aku ini ?, apakah aku tersesat ?”
  (Kirana bingung)
  “Tuhan….. diaman jalan menuju istana ?, beri aku petunjuk Tuhan !, aku tidak   
  tahu harus kemana aku melangkah…”
Sementara itu di istana, Ibu Galuh Candra Kirana sangat sedih, sampai-sampai Ibu Galuh Candra Kirana kabur dari istana untuk mencari putrinya. Karena sangat cemas dan khawatir sang ibu masuk ke dalam hutan belantara dimana di hutan tersebut dihuni oleh Kyai Buto Ijo seorang raksasa besar yang baik hati. Karena Ibu Galuh Candra Kirana sudah begitu lelah, maka dia ikut dengan Kyai Buto Ijo untuk tinggal sementara dengannya.
Sementara itu, Galuh Candra Kirana terus berjalan menyusuri hutan belantara yang sangat gelap, dan tiba-tiba ditengah jalan berjumpa dengan seorang wanita yang sudah setengah orang sedang mencari kayu bakar, dia adalah Mbok Rondo Dadapan,karena merasa kasihan  kemudian Mbok Rondo Dadapan mengajak Kirana mengajak tinggal bersamanya.
Mbok Rondo Dadapan memliki tiga orang putri yang sangat cantik dan angkuh yaitu Mawar, Kemuning, dan Centini.


10 TAHUN KEMUDIAN
Mawar             : “Kirana……..“
                          (Teriak memanggil Kirana)
                          “Kemana sih nih anak….. nggak punya kuing yah….”
Centini                        : “Kenapa sich kak ?”
Mawar             : “Kamu nggak lihat, cucian numpuk tuh…. Kirana mana lagi...
  nggak nongol-nongol.”
                          “Kirana…..” (melangkah ke dapur)
Kirana             : “Iya mbak….. ma’af saya tadi lagi memasak.”
Mawar             : “Heh… kamu lihat pakaian-pakaian di kaleng itu ?”
Centini                        : “Iya…. sangat kotor dan menjijikkan“
Kemuning       : “Ada apa sih rebut-ribut…. ?”
                          “Kirana….. masakan kamu gosong tuh…“
Mawar             : “ini nich, udah tahu pakaian numpuk, kotor kayak gitu dibiarin aja ama Kirana”
Kirana             : “Iya… mbak Mawar, nanti biar ku cuci, kalau sekarang aku lagi memasak”
Centini                        : “Banyak alasan kamu ini… Kemuning, aku dan mbak Mawar biar yang
  melanjutkan masak”
Kemuning       : “ eh..eh… tidak bisa… biar Kirana saja yang masak, aku nggak mau, cantik-
  cantik gini kok suruh masak
                          idiiiih….. ogah……” (dengan centilnya)
Mawar             : “Hahh….. sudah-sudah, Kirana kamu cepat ke sungai, cuci baju habis itu 
  lanjutkan masak setelah selesai nyuci”
Kirana             : “Tapi………….”
Centini                        : “Tapi apa…….?, cepat sana jangan diam saja kamu ini !”
Kemuning       : “Iihh…… lama…?” (sambil menarik lengan Kirana)
Kirana             : “Baik kak…..” (sambil menangis)

DI SUNGAI
Kirana             : “Permisi….. ibu-ibu, apakah masih ada tempat yang kosong ?”
Ibu 1                : “Eh…. cah ayu… ada disebelah sini sebentar lagi ibu selesai”
Ibu 2                : “Cah ayu ini kenapa toh, mukanya kok merah gitu ?”
Kirana             : “Ooh… tidak apa-apa bu… tadi cuma kelilipan debu di jalan”
Ibu 2                : “Ohw….. ibu kira habis menangis”
Kirana             : (tersenyum)
Ibu 1                : “Cah ayu… cucian sebanyak ini kamu cuci sendirian ?, dimana saudara kamu ?”
Kirana             : “Mbak-mbak saya lagi….emb… lagi masak di rumah”
                          (jawab Kirana gugup)
Ibu 1                : “Ooo… begitu… sini nak.. ibu sudah selesai, kamu mencuci disini saja, batunya 
              enak buat nyuci”
Kirana             : “Iya bu…. Terima kasih…..”
Ibu 2                : “Kamu ini baik ya… beruntung ibu kamu memiliki anak seperti kamu, sudah
  cantik, baik lagi“
Kirana             : “Hmmm…… Terima kasih buuuu….” (sambil tersenyum)
            Ditengah-tengah Kirana mencuci, tiba-tiba salah satu cucian Kirana hanyut dibawa arus. Kirana mencoba untuk mencarinya, hingga ditengah kepanikannya, Kirana bertemu dengan bapak-bapak yang sedang memandikan kerbaunya.
Kirana             : “Pak… apakah bapak melihat pakaian yang hanyut dari atas ?”
Pak Tani          : “Tidak……, kok bisa hanyut, bagaimana ceritanya ?”
Kirana             : “Tadi… waktu saya mencucinya saya tidak menyadarinya kalau hanyut”
Pak Tani          : “Wah… kasihan sekali cah ayu ini…”
Kirana             : “Yah.. sudah pak terima kasih….”
Pak Tani          : “Iya… cah ayu…”
            Kemudian Kirana terus melanjutkan pencariannya sampai ke ujung sungai. Sampai-sampai langkah Kirana terhenti karena melihat kain yang hanyut dibawa arus itu tengah dibawa oleh nenek-nenek yang tengah mencuci beras.
Kirana             : “Permisi nek… boleh saya melihat baju itu ?”
Nyai Buto Ijo  : “Tentu saja, ini !”
Kirana             : “Ya.. ampun, ini baju saya nek…..”
Nyai Buto Ijo  : “Enak saja kamu ini, ngaku-ngaku kalau baju ini milik kamu”
                          (sambil merampas baju dari tangan Kirana)
Kirana             : “Lalu, bagaimana nenek tahu kalau baju ini milik nenek ?”
Nyai Buto Ijo  : “Iya… tadi aku temukan baju ini hanyut tanpa ada yang memiliknya.”
Kirana             : “Baiklah nek… tapi.. aku yang memiliki baju itu.”
Nyai Buto Ijo  : “Baiklah…. Kamu ingin baju ini, ada syaratnya….”
Kirana             : “Baik… apa itu nek… ?”
Nyai Buto Ijo  : “Kelihatannya kamu ini anak yang sangat baik, ikutlah dengan aku, dan
  tinggalah denganku.”
Kirana             : “Tapi nek… aku masih mempunyai keluarga yang menyayangiku di rumah.”
Nyai Buto Ijo  : “Hmm… sepertinya kamu tidak bahagia tinggal dengan keluarga kamu ?”
Kirana             : “Mereka tetap keluarga saya, nek… walaupun mereka semua tidak pernah
  menganggap saya.” (Kirana linglung)
Nyai Buto Ijo  : “Apa…?” (kaget)
 Kirana                        : “Heh… tidak apa-apa, nek….”
Nyai Buto Ijo  : “Ya sudah… nenek berharap kamu mau berubah pikiran, dan mau tinggal
  bersama nenek suatu saat nanti.”
Kirana             : “Sebenarnya saya juga ingin nek… tapi…”
Nyai Buto Ijo  : “iya nenek mengerti, sudah sana kembali ke atas terus pulang….”
Kirana             : “Baiklah nek… terima kasih”
Nyai Buto Ijo  : “ehh… iya, ini baju kamu….”
Kirana             : “Iya nek… terima kasih lagi.”
Nyai Buto Ijo  : “Iya nak, sama-sama.”
            Kemudian Kirana bergegas pulang karena hari sudah semakin petang. Sementara itu, di rumah Mbok Rondo Dadapan bingung mencari  baju, karena tadi siang ada pengumuman dari kerajaan bahwa aka nada pesta, dan sang pangeran akan mencari pendamping hidupnya.
Mawar             : “Aduuh… emak ini cari apa sih…. ?”
Mbok Rondo Dadapan           : “Iya… itu kerajaan mau mengadakan pesta dan Raden / Pangeran
  mau mencari pendamping hidupnya.”
Mawar             : “Terus, emak mau ikut begitu ?”
Mbok Rondo Dadapan           : “Iya donk, masak emak kalah sama anak muda !” (centil)
Mawar             : “Apa tidak malu ?” (heran)
Mbok Rondo Dadapan           : “Kenapa mesti malu, tidak ada salahnya kan ?, suda-sudah jangan
  banyak nanya labeih baik kamu bantu emak cari baju itu.”
Mawar             : ”Iiiihh…. Emak cari sendiri aja… aku mau dandan juga…”
                          (sambil pergi ke kamar)
Mbok Rondo Dadapan           : “Dasar anak centil.”
            Karena sudah merasa lelah dan capek Mbok Rondo Dadapan marah-marah dan tiba-tiba teringat dengan Kirana.
Mbok Rondo Dadapan           : “Huh… oya… Kirana dimana anak itu ?”
                                                  (Tanya Mbok Rondo Dadapan pada dirinya sendiri)
                                                  “Kirana……….“ (teriak)
Centini                        : “Ada apa sich mak teriak-teriak ?”
Mbok Rondo Dadapan           : “Dimana Kirana ?”
Centini                        : “Aduh emak, ngapain sih cari anak itu ?”
Kemuning       : “Ada apa sich ?”
Mbok Rondo Dadapan           : “Emak lagi cari baju merahnya emak yang emak pake kemarin.”
Kemuning       : “Kayaknya tadi dibawa Kirana untuk dicuci !”
Mbok Rondo Dadapan : ”Apa… ??? Terus sekarang dimana ?”
Centini                        : “Belum pulang, hanyut kalii…..”
Kemuning       : “Buat apa sih mak ?”
Mbok Rondo Dadapan           : “Emak mau ikut pesta nanti malam, kalian kalau mau ikut susul
  mbak kamu di kamar lagi dandan.”
Centini                        : “Pesta… ?”
Kemuning       : “Pesta apa ??”
Mbok Rondo Dadapan           : “Kalau mau ikut susul Mawar sana…..”
Kemuning       : “Ayo mbak…..” (menarik Centini)
            Selepas Kemuning dan Centini pergi berdandan, tiba-tiba Kirana dating dengan keadaan basah kuyup dan ternyata baju yang dicari-cari Mbok Rondo Dadapan masih basah dan terlihat masih kotor. Mbok Rondo langsung marah-marah.
Mbok Rondo Dadapan           : “Heh… anak manja, kemana saja kamu ini ??”
Kirana             : “Ma’af bu… tadi saya nyuci baju.”
Mbok Rondo Dadapan           : “Nyuci baju atau tidur di sungai kamu ini ??? basah kuyup kayak
  gitu..”
Kirana             : “Ma’af bu… tadi tidak sengaja baju ini hanyut sampai ke bawah.”
                          (sambil memperlihatkan baju yang masih basah)
Mbok Rondo Dadapan           : “Apaaa….??? dasar anak bodoh, ini kan mau aku pakai Kirana…,
  nyuci baju aja nggak becus… dasar nggak tahu berterima kasih
  kamu ini !!!” (dengan tekanan tinggi)
Kirana             : “Ma’af bu, ma’af…” (sambil duduk tersipu)
Mbok Rondo Dadapan           : “Sudah-sudah nggak ada ma’af bagi kamu… sebagai
hukumannya kamu pergi dari sini dan jangan kembali lagi. Aku  
benci sama kamu !!!”
(murka Mbok Rondo)
Kirana             : “Tapi… bu… aku tinggal dimana kalau tidak disini ?”
Mbok Rondo Dadapan           : “Aku nggak mau tahu… cepat pergi dari sini, jangan perlihatkan
  muka polos kamu itu !!!”
Kirana             : “Baiklah bu…. Aku akan pergi…“
Mawar             : “Tunggu….., ini ada yang ketinggalan (sambil melemparkan buntelan pakaian
  Kirana), ini…….”
Centini                        : “Ada algi mbak…. Kotak jelek ini jangan sampai mengotori rumah kita lagi.”
Kirana             : (menangis dan meninggalkan mereka)
            Ditengah Kirana berjalan, Kirana teringat dengan kata-kata nenek yang tai siang dan segera saja Kirana pergi ke tempat tinggal nenek tersebut.

DIRUMAH NYAI BUTO IJO
Kirana             : “Assalamu’alaikum.” (sambil mengetuk pintu)
Nyai Buto Ijo  : “Wa’alaikumsalam, sebentar…”
                          (berjalan ke pintu)
Nyai Buto Ijo  : “Astagfirullah hal azim….” (kaget)
                          “Akhirnya kamu mau menerima tawaran nenek untuk tinggal bersamaku.”
Kirana             : “iya nek… aku tidak tahu harus kemana lagi, ibu dan kakak-kakakku mengusir
  aku dari rumah, gara-gara aku tidak bisa menjaga baju yang kucuci tadi siang   
  nek.” (Kirana menangis)
Nyai Buto Ijo  : “Ya sudah… kamu tinggal disini ya… sama nenek…”
Kirana             : “Iya nek, terima kasih…..”
Nyai Buto Ijo  : “Sudah jangan nangis lagi, ayo masuk.”
            Di istana, pesta tengah dimulai, banyak wanita-wanita dan gadis-gadis yang datang, akan tetapi tidak ada satupun gadis yang bias memikat hati Panji. Mbok Rondo Dadapan dan ketiga putrinya sangat kecewa. Mereka pulang dengan cemas dan tidak akan mengikuti pesta semacam itu lagi.
            Sementara itu Raja dan Ratu kecewa, karena tak ada satupun wanita yang berhasil memikat hati sang pangeran. Akhirnya Panji memutuskan untuk melakukan sayembara suatu tempat guna mencari pujaan hatinya, dan itu dilakukan keesokan harinya.
            Pagi datang, Kirana dan Nyai Buto Ijo akan pergi berbelanja ke pasar.
Nyai Buto Ijo  : “Kirana, mungkin nanti sore Kyai Buto Ijo sudah datang ke rumah, jadi sekarang
  antar nenek ke pasar untuk berbelanja ya….”
Kirana             : “Iya n ek…. Sudah bertahun-tahun Kirana tidak ke pasar.”
Nyai Buto Ijo  : “Ya, kamu siap-siap dulu dech.”
Kirana             : “Baik nek….”

DI PASAR
Nyai Buto Ijo  : “Benda apa itu kirana ?”
Kirana             : “Ini kotak musik kesayangan Kirana , dan ini adalah  masa depan Kirana.”
Nyai Buto Ijo  : “Kita ke penjual sayur dulu ya…. Di sana !”
Kirana             : “Iya , nek dan kelihatannya masih segar-segar sayuran itu !”  
            Tiba-tiba ketika Nyai Buto Ijo dan Kirana hendak menyebrang ada beberapa perampok yang mengambil kantong uang yang di bawa Nyai Buto Ijo.
Kirana             : “Nenek…….!!”
                           “Tolong-tolong ada perampok.”
                           (Kirana panik)
Nyai Buto Ijo  : “Nenek tidak apa-apa Kirana.”
Kirana             : “Tapi…. Perampok itu….”
Nyai Buto Ijo  : “Biarlah……”
            Tiba-tiba Panji dan Sapdo Palon yaitu pengawal Panji datang menghampiri.
Panji                : “Kalian tak apa-apa ?”
Kirana             : “Iya tuan kami taka pa-apa.”
Panji                : “Aku tadi berusaha mengejar perampok itu dan ini.” (sambil memberikan
  kantong uang)
Kirana             : “Terima kasih banyak tuan.”
Nyai Buto Ijo  : “iya, terima kasih anak muda.”
Panji                : “Iya… sama-sama, dan sepertinya kalian harus pulang mari aku antar.”
Nyai Buto Ijo  : “Tapi, kami harus berbelanja guna untuk makan nanti.”
Kirana             : “Biar aku yang belanja, kesana….”
Panji                : “Baiklah, nenek kita menunggu cucu nenek dibawah pohon itu saja sambil
  berteduh…..”
Nyai Buto Ijo  : “Baiklah…”
Sapdo Palon    : “Tuan, sebaiknya kita untuk malam ini menginap di rumah nenek ini saja.”
Panji                : “Akupun juga berfikir seperti itu.”
Sapdo Palon    : “Biar aku yang bilang.”
Sapdo Palon    : “Nenek, kami mau berburu ke hutan seberang, akan tetapi kami butuh waktu
  untuk beristirahat malam ini. Dan apakah kami bleh ikut nenek !”
Nyai Buto Ijo  : “Tentu saja, sebagai ucapan terima kasih nenek, kalian boleh tinggal  
  seberapapun kalian mau.”
            Ditengah perbincangan Nyai Buto Ijo dan Sapdo Palon, Panji melihat sebuah benda kotak yang dibawa Nyai Buto Ijo.
Panji                : “Ma’af nek, boleh saya melihat kotak itu .”
Nyai Buto Ijo  : “Iya… ini milik Kirana.”
Panji                : “Kirana…. ?”
Nyai Buto Ijo  : “Iya. cucu nenek yang tadi itu.”
Panji                : “Boleh saya memegangnya sebentar saja.”
Nyai Buto Ijo  : “Tentu saja, anak muda.”
            Panji sangat yakin kotak musik itu adalah pemberiannya kepada seorang gadis dimasa kecilnya. Dan untuk membuktikannya Panji mengambil kuncinya, dan ternyata benar.

KIRANA DATANG
Panji                : “Galuh Candra Kirana.”
Kirana             : “Bagaimana mungkin kamu mengetahui namaku…..?”
Panji                : “Kotak musik ini.”
Kirana             : (kaget). “Panji Inu Kertapati ?”
Panji                : “Ya… benar ini… aku Kirana.”
Kirana             : “Panji !” (memeluk Panji)
Nyai Buto Ijo  : “Kirana, siapa nama kamu ?”
Kirana             : “Galuh Candra Kirana, nek…. !”
Nyai Buto Ijo  : “Oh… tuhan, aku tidak percaya ini.”
Kirana             : “Kenapa nek ?”
Nyai Buto Ijo  : “Kamu ingat nama ini “Dewi Kinsuli” ?”
Kirana             : “Apa ? jadi nenek…??”
Nyai Buto Ijo  : “Oh…. tuhan kamu anakku… !”
Kirana             : “Ibu………” (memeluk Nyai Buto Ijo)
Sapdo Palon    : “Ini benar-benar keajaiban, sang ibu bertemu dengan anaknya, sepasang kekasih
  telah dipertemukan kembali..”
Panji                : “Puitisnya kumat.”
Kirana, Nyai Buto Ijo dan Panji         : (tertawa bersama-sama)
            Akhirnya, Nyai Buto Ijo atau Dewi Kinsuli pulang kembali ke kerajaan dan Kirana dan Panji menikah dan bahagia untuk selamanya.
SEKIAN